
Pada awalnya sulit bagi kami untuk
beradaptasi menyesuaikan diri dengan makanan, budaya, dan bahasa mereka yang
jauh berbeda dari kami.
Namun, seiring berjalannya waktu; kami dapat
bermetamorfosa menjadi “wong jowo” orang jawa.
Mengenali, mengetahui dan mahir
budaya dan bahasa mereka adalah suatu kebahagiaan bagi kami. Meskipun tak dapat
dipungkiri, sering sekali terjadi hambatan dan kesalahan persepsi dalam
berkomunikasi antara kami dan orang jawa. Hal itu terjadi karena minimnya
pengetahuan kami tentang budaya dan bahasa Jawa.
Pada awal kedatangan kami ke daerah
Susukan Salatiga, kami dijamu oleh pak kyiai beserta jajarannya dengan berbagai
minuman dan makanan yang enak. Namun, pada saat itu aku melihat hal janggal
yang belum pernah ku lihat sebelumnya; yaitu aku melihat seorang pengantar
jamuan berjalan menggunakan lututnya kearah kami. Pada saat itu perutku mual
sehingga aku enggan mencicipi jamuan dan memperhatikan apapun yang ada disana.
Keesokan harinya, aku pergi belanja
keperluan harian bersama teman baruku di sebuah Pasar dekat desa kami; ketika
hendak pulang, kami dikagetkan oleh seorang kondektur bis yang berteriak sambil
melotot dengan nada tinggi kepada kami. “mba, ajeng teng pundi? Boyolali mba?
Ojo sue!” pada saat itu kami tidak mengerti apa yang kondektur itu katakan tapi
kami menganggap orang itu memaki-maki kami.
Pada minggu pertama kami memang
benar-benar tidak mengerti apa yang orang-orang sekitar kami katakan; mereka
berbicara dan mengobrol begitu cepat dan singkat. Pada saat itu kami bertekad
untuk bisa menguasai bahasa Jawa terutama aku. Pada saat mengajar sering kali
ku gunakan waktuku untuk belajar bahasa Jawa bersama murid-muridku, kosa kata apapun
langsung kuucapkan dan ku praktekan dalam bahasa sehari-hari.
Setelah kupelajari dan kumengerti sedikit
banyaknya tentang bahasa Jawa; Ternyata ada beberapa kosa kata yang mirip
dengan bahasa Sunda namun memiliki arti yang jauh berbeda. Misalnya:
Bahasa Jawa
|
Artinya menurut bahasa Sunda
|
Artinya menurut Bahasa Jawa
|
sampean
|
kaki
|
kamu
|
atos
|
Sudah; selesai.
|
keras
|
neng
|
panggilan untuk anak kecil perempuan
|
(Kata sambung) di
|
gedang
|
pepaya
|
pisang
|
nak
|
Anak; panggilan untuk anak kecil
|
(Kata depan) jika
|
jika dianalisis dari berbagai
pengalaman yang telah kulewati di Susukan Salatiga sana, dapat disimpulkan
budaya Komunikasi daerah Salatiga sebagai berikut:
v Orang jawa cenderung menekankan huruf
consonant ketika berbicara. Misalnya: sampean kie ojo meneng wae!
v Kastaisme antar kyai, murid, dan
golongan pembantu begitu kental disana; sehingga saat berkomunikasi bawahan
tidak berani menyanggah perkataan atasan , sekalipun itu salah. Misalnya:
seorang murid akan berkata: “nggeh…nggeh” didepan sang guru sambil menunduk
tanda patuh atas apa yang guru itu katakana dan perintahkan.
v Ketika berkomunikasi, orang jawa
berbicara dengan nada yang ditekan sehingga terlihat seperti sedang marah atau
tegas.
v Ketika Orang Jawa berbicara seperti
singkat dan cepat, padahal kosa kata bahasa Jawa pendek-pendek. Misalnya: “se!”
= sebentar.
v Orang Jawa sulit melafalkan kata “eu”
dalam bahasa Sunda. Misalnya: “meureun”.
Ko foto Dede sunardi yang terkmasyhur tidak ada wkwkwk
BalasHapuskyakne kuota ne limit. jadine, foto ne ora keto. kanda.
BalasHapus