Rabu, 14 November 2018

PERJUANGAN SI ANAK RANTAU DI SALATIGA JAWA TENGAH





Masa lalu adalah lembaran pengalaman, hikmah, sejarah, dan kenangan yang tak dapat di putar ulang kejadiannya di masa kini. Empat tahun silam, aku dan ketiga temanku yang berdarah Sunda pergi merantau ke sebuah desa yang belum pernah kami injak sebelumnya; tepatnya daerah Salatiga Jawa Tengah. Kami ditugaskan oleh almamater kami untuk mengajar disalah satu sekolah nun jauh di desa Susukan namanya.

Pada awalnya sulit bagi kami untuk beradaptasi menyesuaikan diri dengan makanan, budaya, dan bahasa mereka yang jauh berbeda dari kami.
Namun, seiring berjalannya waktu; kami dapat bermetamorfosa menjadi “wong jowo” orang jawa.
Mengenali, mengetahui dan mahir budaya dan bahasa mereka adalah suatu kebahagiaan bagi kami. Meskipun tak dapat dipungkiri, sering sekali terjadi hambatan dan kesalahan persepsi dalam berkomunikasi antara kami dan orang jawa. Hal itu terjadi karena minimnya pengetahuan kami tentang budaya dan bahasa Jawa.
Pada awal kedatangan kami ke daerah Susukan Salatiga, kami dijamu oleh pak kyiai beserta jajarannya dengan berbagai minuman dan makanan yang enak. Namun, pada saat itu aku melihat hal janggal yang belum pernah ku lihat sebelumnya; yaitu aku melihat seorang pengantar jamuan berjalan menggunakan lututnya kearah kami. Pada saat itu perutku mual sehingga aku enggan mencicipi jamuan dan memperhatikan apapun yang ada disana.
Keesokan harinya, aku pergi belanja keperluan harian bersama teman baruku di sebuah Pasar dekat desa kami; ketika hendak pulang, kami dikagetkan oleh seorang kondektur bis yang berteriak sambil melotot dengan nada tinggi kepada kami. “mba, ajeng teng pundi? Boyolali mba? Ojo sue!” pada saat itu kami tidak mengerti apa yang kondektur itu katakan tapi kami menganggap orang itu memaki-maki kami.
Pada minggu pertama kami memang benar-benar tidak mengerti apa yang orang-orang sekitar kami katakan; mereka berbicara dan mengobrol begitu cepat dan singkat. Pada saat itu kami bertekad untuk bisa menguasai bahasa Jawa terutama aku. Pada saat mengajar sering kali ku gunakan waktuku untuk belajar bahasa Jawa  bersama murid-muridku, kosa kata apapun langsung kuucapkan dan ku praktekan dalam bahasa sehari-hari.
 Setelah kupelajari dan kumengerti sedikit banyaknya tentang bahasa Jawa; Ternyata ada beberapa kosa kata yang mirip dengan bahasa Sunda namun memiliki arti yang jauh berbeda. Misalnya:
Bahasa Jawa
Artinya menurut bahasa Sunda
Artinya menurut Bahasa Jawa
sampean
kaki
kamu
atos
Sudah; selesai.
keras
neng
panggilan untuk anak kecil perempuan
(Kata sambung) di
gedang
pepaya
pisang
nak
Anak; panggilan untuk anak kecil
(Kata depan) jika

jika dianalisis dari berbagai pengalaman yang telah kulewati di Susukan Salatiga sana, dapat disimpulkan budaya Komunikasi daerah Salatiga sebagai berikut:
v    Orang jawa cenderung menekankan huruf consonant ketika berbicara. Misalnya: sampean kie ojo meneng wae!
v    Kastaisme antar kyai, murid, dan golongan pembantu begitu kental disana; sehingga saat berkomunikasi bawahan tidak berani menyanggah perkataan atasan , sekalipun itu salah. Misalnya: seorang murid akan berkata: “nggeh…nggeh” didepan sang guru sambil menunduk tanda patuh atas apa yang guru itu katakana dan perintahkan.
v    Ketika berkomunikasi, orang jawa berbicara dengan nada yang ditekan sehingga terlihat seperti sedang marah atau tegas.
v    Ketika Orang Jawa berbicara seperti singkat dan cepat, padahal kosa kata bahasa Jawa pendek-pendek. Misalnya: “se!” = sebentar.
v    Orang Jawa sulit melafalkan kata “eu” dalam bahasa Sunda. Misalnya: “meureun”.



2 komentar:

  1. Ko foto Dede sunardi yang terkmasyhur tidak ada wkwkwk

    BalasHapus
  2. kyakne kuota ne limit. jadine, foto ne ora keto. kanda.

    BalasHapus