Aku
masih menyimpan tanda Tanya di judul tulisan ini. Singkatnya isi dari 4 lembar
tulisan ini masih menjadi pertanyaan atau hanya kemungkinan-kemungkinan penulis
belaka.
Apa
yang aku tulis saat ini? “aku” 5tahun kedepan? Apakah itu sebuah angan, impian,
cita-cita, harapan, atau ramalan abal-abal dari seorang mahasiswa yang tengah
berdiri dipersimpangan jalan? Tidak, saat ini aku sudah di ujung jalan
harapanku dulu 10 tahun silam. Pada saat usiaku 11 tahun, aku pernah menulis
ini. Menulis tentang diriku hari ini.
Setelah
perjalanan panjang 17 tahun kebelakang, menempuh pendidikan di beberapa jenjang
yang berbeda. Saatnya aku menulis kembali pola-pola baru untuk menggambarkan
keinginan dan harapanku 5 tahun ke depan. Sejujurnya, aku bingung. Apa yang
perlu aku tulis? Dulu, aku memilki daftar keinginan yang ingin kucapai. Bukan
hanya target 5 tahun ke depan, bahkan keinginan-keinginanku 50 tahun ke depan
sudah ku tulis jauh-jauh hari. Namun, di persimpangan jalan aku mulai kelelahan,
putus asa, untuk mencapai harapan-harapanku itu. Dan pada akhirnya aku berjalan
tanpa peta hidup, tanpa keinginan yang berarti. Hanya ingin menikmati hidup
seperti air mengalir dari hilir ke hulu. Itu saja.
Terkadang
aku lebih merasa nyaman dan bahagia hidup seperti ini. Tanpa cita-cita,
harapan, dan keinginan yang aneh-aneh. Biasa saja. Membuka mata dipagi hari
dengan pikiran yang kosong, menonton hiburan-hiburan yang bertebaran di media
social, buka whatsapp, scroll status, buka instagram, lihat snapgram orang
lain, buka feed ig artis, buka twitter, scroll content, buka youtube, nonton
video favorit, lalu tertawa terbahak-bahak. Tidak lupa menyematkan ‘like, comment, dan share’ pada setiap unggahan yang ada. Ya, begitu saja siklus
aktivitas ringan dan menyenangkanku hanya seputar wa-instagram-twitter-youtube
dan kembali lagi. Memang indah sekali hidup ini jika hanya diisi dengan melihat
dan mengamati kehidupan orang lain saja sambil
bersantai ria. Itu pendapat konyolku
saat aku terpukau dan terlena kehidupan social di dunia maya.
Lain
halnya saat ku tersadar kehidupan nyata ku yang serba realistis materialistis.
Saat ku terbangun dipagi hari, aku mulai bergegas bangun. Otakku sudah
berlomba-lomba membacakan jadwal aktivitas yang harus kulakukan di pagi hari.
Pikiranku sudah bercabang-cabang ingin segera menunaikan tugas-tugasnya,
otot-otot tubuhku sudah tidak tahan berdiam diri, dan ingin berlari kesana kemari, kaki dan
tanganku tak terhenti bergerak, keringat di dahi menetes sedikit demi sedikit
tanda aktivitas pagi hari mulai memanas. Fenomena hidup ini mendorongku untuk
segera bangun dan bergegas pergi selangkah maju ke depan berjalan bahkan
berlari untuk menyongsong masa depanku yang belum tergambar itu.
Meski
demikian, hari ini aku perlu menuliskan kembali harapan harapan ku 10 tahun
mendatang. Bukan karena tugas dari dosen matakuliah saja, lebih tepatnya aku
harus menyusun kembali motivasi-motivasi hidupku. Setidaknya aku memilki
gambaran dan semangat untuk menggapai kebahagiaan yang haqiqi 10 tahun ke
depan.
Aku
mulai dari rencana ku untuk segera menyelesaikan tugas-tugas kuliahku. Lulus
tepat waktu di tahun 2019. Entah bulan Mei ataupun September, aku masih memilki
banyak pertimbangan yang tidak perlu aku tulis penjabarannya disini.
Pada
tahun selanjutnya, aku memilki dua keinginan yang bisa saja aku lakukan
bersamaan atau aku focus untuk melakukan salah satu dari dua keinginan
tersebut. Awalnya aku berencana untuk melanjutkan studi ku ke jenjang
selanjutnya di salah satu perguruan tinggi negeri. Sekaligus mengerjakan
profesi ku sebagai wartawan di salah satu Media Massa.
Namun
seiring berjalannya waktu, aku mulai menginginkan untuk melanjutkan studi ku di
luar negeri. Entah karena aku bosan dengan hiruk pikuk negeri ini, atau rasa penasaranku
yang tinggi untuk mencoba hidup di
negeri orang, atau hanya sekedar ingin menghindar dari orang-orang yang kerap
bertanya “kapan nikah? Sekarang kerja
dimana? Berapa gajinya? Sudah daftar jadi PNS? Kenapa gak jadi guru di sekolah
kayak mama, dll?” entahlah. Aku
hanya ingin berdikari, menjadi entrepreneur, membuka lapangan pekerjaan bagi
orang lain. Apa itu? Sengaja ku rahasiakan. Karena aku masih mempertimbangkan
segala risiko dari keputusan yang akan aku ambil nanti. Semoga tahun 2020 nanti
membawa berkah dan kebaikan.
Selanjutnya,
saat usiaku menginjak 24 tahun nanti, tepat dua tahun Pasca kelulusanku. aku
berencana untuk menikah. Dengan siapa dan bagaimana urusan nanti. Jodoh Allah
yang menentukan. Sekali lagi aku hanya berencana. Mungkin pada saat usiaku
sudah matang nanti, aku bisa memantapkan hatiku untuk hidup berjuang bersama
seseorang. Karena sampai saat ini aku
masih senang hidup sendiri. aku kurang menyukai ikatan atau hubungan lebih dari
‘teman’.
Singkatnya
pada tahun 2022 nanti, jika aku sudah memiliki pendamping hidup. Mungkin aku
tidak akan menunda-nunda waktu lagi untuk memilki anak. Selagi usiaku masih
muda dan produktif untuk memilki keturunan. hanya saja memilki momongan bukan
satu-satunya impianku. Itu hanya salah satu impianku dari impian impian
lainnya. Aku memilki wasiat dari nenekku (saat ini nenekku masih hidup jadi ku
katakan janji) agar mendirikan lembaga pendidikan di tanah yang akan nenekku
wakafkan untuk kepentingan umat nanti. Ya, pada saat umurku 25 tahun nanti, aku
akan mulai menyicil janji-janjiku 10 tahun silam pada nenekku yang telah
merawatku sedari kecil dengan cara memulai merintis usahaku di bidang
pendidikan. Bagaimana memulainya? Tidak akan kuceritakan disini.
Memasuki
tahun 2023 tepat 5 tahun mendatang setelah tahun 2018 ini. Aku akan tetap
berkutat mengembangkan lembaga pendidikan yang sudah ku mulai rintis tadi.
Setidaknya saat itu seharusnya tempat nenekku sudah menjadi tempat tinggal
anak-anak tidak mampu yang memilki semangat tinggi mencari ilmu. Pada tahun itu
aku tidak akan kemana-mana. Aku akan tetap menjadi ibu rumah tangga sekaligus
pendidik bagi ‘anak-anak’ baruku nanti. Menjalani kehidupan normal sebagai
seorang istri, ibu bagi anak-anak, serta bagian dari masyarakat social.
Mungkin
hanya itu gambaran rencana singkatku 5 tahun kedepan nanti. Gagal merencanakan
sama dengan merencanakan kegagalan. Tidak semua yang kita rencanakan itu pasti
akan berhasil. Apalagi tidak merencanakannya.
Sekali
lagi manusia hanya berencana, Allah lah yang menentukan. Rencana Allah itu
lebih baik dari rencana manusia. Tentu rencana Allah yang terbaik. Allah
mendengar lebih dari yang kita ucapkan, menjawab lebih dari yang kita pinta,
memberi lebih daripada yang kita bayangkan, dengan waktu dan cara-Nya sendiri. Semoga kita diberi umur yang panjang untuk
melakukan amal saleh, memberi manfaat bagi nusa, bangsa dan agama di kehidupan
dunia yang sementara ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar