Saat itu adalah hari pertamaku berkenalan dengan murid-murid di
SMP-SMA Bina Insani Susukan Salatiga. Beberapa Mereka menyambutku dengan Gelak
tawa bahagia, sebagian yang lain tidak
menghiraukanku, ada juga yang hanya berdiam diri di tempat duduknya menatap
langit-langit tanpa makna. Dinamis memang. Seketika MC menyuruh semua orang
untuk berdiri memberikan riuh tepuk
tangan saat aku menaiki podium.
Hari itu, posisiku bukan sebagai gadis remaja berumur 16
tahun melainkan seorang guru yang siap
mengabdikan dirinya menjadi pendidik, suri tauladan banyak orang, mengajarkan
apapun yang ku bisa. Seyogyanya pahlawan tanpa tanda jasa lainnya.
Saat itu aku baru lulus SMA. Aku bukan mahasiswa jurusan
pendidikan yang sedang melakukan micro teaching, aku hanya siswi lulusan SMA
yang diberi tugas untuk mengabdi. Sekali lagi aku tegaskan, aku hanya
ditugaskan mengabdi. Meskipun saat itu gelarku berubah menjadi “ustadzah”.
Aku mulai memperkenalkan diri dengan mengucapkan sepatah 2 patah
kata diatas panggung. Tiba-tiba mereka tertegun saat mengetahui usiaku sebaya
dengan mereka. Bahkan ada yang lebih tua dariku.
Sejujurnya aku tak peduli dengan pandangan mereka terhadapku. Lirikan,
cibiran, dan hilangnya hormat terhadapku sudah ku prediksikan jauh-jauh hari
sebelum aku datang ke tempat ini. Aku tahu tidak semua orang dapat menerimaku,
terutama saat aku menjadi guru. Guru yang premature tentunya, menurut mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar